Jumat, 21 Juni 2013

Diary Depresiku #cerpen

malam ini hujan turun lagi
bersama kenangan yang ungkit luka dihati
luka yang harus nya terobati
yang kuharap tiada pernah terjadi

Malam ini hujan turun dengan derasnya. Lagi-lagi gue teringat pada kisah masalalu gue. Masa-masa dimana gue bahagia. Bahagia karena punya keluarga yang lengkap. Ayah, ibu, gue dan adik gue, Cika. Yawalaupun gue gak akrab sama kedua orangtua gue, tapi gue sayang dengan mereka, dan gue ngerasa hidup itu jauh lebih sempurna.

ku ingat saat ayah pergi, dan kami mulai kelaparan
hal yang biasa buat aku, hidup di jalanan
disaat ku belum mengerti, arti sebuah perceraian
Yang hancurkan semua hal indah, yang dulu pernah aku miliki

wajar bila saat ini, ku iri pada kalian
yang hidup bahagia berkat suasana indah dalam rumah
hal yang selalu aku bandingkan dengan hidupku yang kelam
tiada harga diri agar hidupku terus bertahan

Dan disaat gue sadar dari lamunan, dan baru menyadari ternyata kalo itu cuma masa 'dulu', bukan sekarang. Gue ngerasa hidup itu gak ada artinya sama sekali ketika orang tua gue cerai sejak sebulan yang lalu. Dan gue ngerasa separuh jiwa gue ilang ketika mereka pisah. Dulu keluarga yang harmonis sekarang menjadi keluarga yang miris. Hal-hal yang indah dulu sekarang hanya bisa dikenang. Mungkin kalo gue boleh milih, lebih baik gue gak ada didunia ini daripada melihat orangtua pisah. Yap, alesan orang tua gue cerai karena ayah gue yang sifatnya begitu keras sementara ibu yang selalu ngalah, belakangan ini mereka sering berantem didepan gue dan Cika karena sering berbeda pendapat. Ibu lebih sering nangis karena batin. Ayah ninggalin ibu karena ibu sering sakit-sakitan dan yang katanya 'hidupnya cuma bisa nyusahin' ayah. Dari situ, gue ngerasa gak terima, ibu gue dibentak-bentak dan dikasarin sama ayah. Ya walopun itu ayah gue sendiri, tapi tetep gue gak terima. Mulai dari situ juga gue ngerasa ada sifat benci sama ayah gue sendiri. Gue paling gak suka cowok kasar sama cewek, apalagi sampe main tangan. Secuek-cueknya gue tapi tetep peduli sama ibu dan Cika. Gue juga sayang banget sama mereka.

Sekarang, cuma gue yang bisa ngejagain ibu dan Cika. Setelah ayah pisah sama ibu, ayah pergi dari rumah gak tau kemana dan ninggalin tanggung jawabnya gitu aja. Dan sekarang gue hidup serba pas-pasan bahkan kekurangan. Sekarang gue juga udah berenti sekolah demi ngebantu ibu, cari nafkah untuk mencari sesuap nasi dan biaya Cika sekolah. Cika duduk dibangku SD kelas 3. Biasanya selain ngebantu ibu jualan kue, kadang gue ngamen dijalanan. Seenggaknya lebih baik dan ada usaha daripada minta-minta.

Hujan pun kini mereda, angin malam pun semakin menjadi. Mata sudah tak kuat untuk menatap, dan akhirnya tertidur hingga pagi pun tiba. Pagi yang mendung, sangat menunjukan hati gue saat ini. Sepertinya langit merasakan apa yang gue rasakan.

"Bang, bang Aldi.. Ibu kak, ibu.." Cika mendatangiku dengan muka yang panik. 

"Kenapa Cik, ibu kenapa?" tanya gue heran.

"Ibu kak. Ibu panasnya tinggi," ujar Cika.

Dengan cepat gue beranjak ke kamar ibu. Gue melihat ibu sedang terbaring lemah dikasur. "Bu, kita klinik ya sekarang" Ucap gue to the point.

"Nggak usah nak, ibu gakpapa, lebih baik uangnya disimpen aja buat biaya Cika sekolah," kata ibu seraya tersenyum.

"Tapi bu.."

"Kamu gak usah panik, ibu gakpapa kok. Yaudah sana kamu anter adikmu sekolah dulu," potong Ibu. Gue mengangguk paham.

"Ayuuk kak berangkat. Bu, Cika berangkat sekolah dulu ya. Aku sayang Ibu " ucap Adik gue, Cika.

"Bu, Aldi anter Cika dulu ya, Aldi juga sayang Ibu," gue pun mencium kening dan tangan ibu.

---------------------------------------------------------------

mungkin sejenak dapat aku lupakan
dengan minuman keras yang saat ini ku genggam
atau menggoreskan kaca di lenganku
apapun kan ku lakukan, ku ingin lupakan

Malam pun tiba. Kini gue lagi berada di sebuah rumah gubuk yang tepatnya agak jauh dari rumah. Gue ingin menghilangkan rasa pusing gue. Rasa sakit dihati ini terasa kembali. Rasanya seperti ditusuk tusuk dengan duri yang tajam. Sakit. Ya. Itu yang aku rasakan saat ini. Sakit ketika kejadian bodoh yang membuat hidupku ancur seperti sekarang ini. Gue berusaha buat lupain semuanya, namun sia-sia. Kejadian itu terus membayangi gue. Ingin rasanya amnesia, agar tak mengingat apapun. Supaya beban hidup itu hilang, tapi tak bisa. Mungkin gue belum ikhlas jalanin hidup yang sekarang. Ga ikhlas karena kebahagiaan gue direbut dengan ego. Ego ayah gue sendiri. Kalo aja ayah bisa meredam emosi dan amarahnya, ini semua gak akan terjadi. Iya pasti. Tapi yasudahlah biarkan berlalu. Toh itu semua udah terjadi.

Gue yang tengah pusing meminum miras. Gue ngerasa melayang, ngerasa beban yanga ada di pikiran hilang seketika dan badanpun merasa hangat saat meminum minuman ini. Dan setelah sadar, gue pun terbayang-bayang lagi. Gue banting botol minuman itu. Gue menggoreskan pecahan kaca kearah lengan kiri. Darahpun menetes tiada hentinya. Biarlah gue merasakan perih luka ini daripada terus menerus memikirkan beban hidup yang membayangi.

Entah apa yang gue rasain semalem. Tapi itu bener-bener obat yang ampuh buat menghilangkan rasa sakit dihati secara cepat. Pagi ini seperti biasanya, gue mengantarkan Cika sekolah. Setelah mengantar Cika sekolah, gue mengamen di pinggiran jalan. Jaman sekarang nyari kerjaan itu susah. Apalagi orang kayak gue, udah miskin, lulusan SMP doang lagi. Ya paling banter juga jadi tukang kuli.
Sembari jalan kearah lampu merah, gue ngeliat cewek minta tolong. Gue pun menghampiri cewek itu. 

"Toloongg!!? tolong... copeet" teriak gadis itu. Gue pun mengejar copet itu dan akhirnya tertangkap. Untung aja gue cowok, bonyok dikit sih ya wajar, copetnya ganas sih ya. Syukur-syukur juga gue bisa lawan tuh copet.

"Nih tas lo, coba diperiksa dulu, " kata gue sembari ngasih tas ke cewek itu.

"Nggak kok, gak ada. untung aja ada lo, soalnya disini ada uang buat bayar spp sama uang jajan. mungkin kalo gak ada lo nasip tas gue udah lenyap kali. btw thanks ya," ucap gadis itu sambil tersenyum.

"iya sama-sama" dan gue pun pergi. Tapi disaat ingin pergi, gadis itu mencegahnya.

"Eh tunggu, gue utang budi nih sama lo, sebagai bayarannya lo mau gak temenin gue makan ntar siang, hm tenang gue bayarin kok" rayunya.

"Hm boleh,"

"Okedeh, ntar siang kita ketemuan ditempat ini lagi ya, gue mau sekolah dulu. Bye.. "

"bye.."

Gadis itu pun pergi. Hm cewek itu manis juga.. eh tapi yampun! gue lupa nanya namanya. Duh gimana nih "----"

-----------------------------------------------------------------------------------------------

namun bila ku mulai sadar, dari sisa mabuk semalam
perihnya luka ini semakin dalam ku rasakan
disaat ku telah mengerti, betapa indah dicintai
hal yang tak pernah ku dapatkan, sejak aku hidup di jalanan

Waktupun cepat berlalu. hari ke hari. minggu ke minggu. Gue ngerasa ada sesuatu hal yang beda dengan gadis itu, Stella. Ya, namanya Stella. Sejak dua minggu yang lalu, kita udah saling kenal. Ternyata orangnya seru, baik, dan ga sombong. Gue tau, mungkin gue bukan selevelan dia. Dia orang punya, sementara gue enggak. Dia sekolah gue nggak. Tapi apa salah kalo orang kayak gue suka sama gadis seperti Stella? Entah gue ngerasa nyaman kalo ada disamping dia. Dan setelah gue pikir-pikir, apasalahnya kalo gue ungkapin semua rasa ini ke dia. Urusan diterima atau enggak sih ya belakangan. Dan malam ini, gue udah putusin buat nembak dia. Kita udah janjian disuatu tempat. Tempat yang jauh dari keramaian. 

Suasana malam yang khas, di taman bunga dekat dengan rumah gue. Disitu gue menyatakan apa yang gue rasain sama dia. dan ternyata...... dia pun merasakan hal yang sama. Benar-benar nggak bisa dipungkiri kalo perasaan gue saat itu bahagia banget. Hal yang udah lama banget gak gue rasain dan sekarang rasa bahagia itu datang lagi. Entah, Mencintai gadis ini kebahagiaan tersendiri bagiku. Mencintainya, aku merasa kebahagiaanku hadir kembali.

------------------------------------------------------------------------

9 bulan kemudian.

Ketika gue dan Stella lagi ngobrol ditaman seperti biasa. Tiba-tiba seorang wanita separuh baya datang menghampiri. "Stella!!!! ngapain kamu disini dengan lelaki gembel ini? cepat pulang!" ujar wanita itu.

Gue heran, Stella pun menangis dan akhirnya Stella pergi meninggalkan gue.

"heh kamu! anak gembel, mulai saat ini kamu gak usah ganggu dan berhubungan dengan anak saya lagi ya. Awas saja kalo sampai terjadi lagi. Saya akan laporkan kamu ke polisi karena kamu telah membawa anak saya pergi tanpa izin!" ujar wanita paruh baya itu dengan ketus.

Jlebb. Itu yang gue rasain. Nyesek? pasti. Sakit hati? Banget. Di saat gue merasa kebahagiaan itu datang, dengan cepat kebahagiaan itu hilang. 

"Secepat itukah Tuhan mengambil kebahagiaan ku?"

"Tuhan, apakah aku ditakdirnya menjadi mahluk yang tidak bahagia?"

wajar bila saat ini, ku iri pada kalian
yang hidup bahagia berkat suasana indah dalam rumah
hal yang selalu aku bandingkan dengan hidupku yang kelam
tiada harga diri agar hidupku terus bertahan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar